Menyelami Rasa dan Makna: Kuliner Adat Jawa Timur yang Sarat Nilai Budaya
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang kuliner adat Jawa Timur – tidak hanya soal rasa, tapi juga nilai budaya yang melekat pada setiap sajian.
![]() |
Kuliner |
Rujak Cingur: Simbol Persatuan dalam Upacara Adat
Rujak cingur bukan hanya makanan jalanan yang digemari di
Surabaya. Dalam banyak desa di Jawa Timur, rujak cingur disajikan dalam upacara
adat seperti "selamatan desa" atau "bersih desa".
Masyarakat percaya bahwa campuran antara sayur-sayuran segar dan bumbu petis
melambangkan harmoni dan keberagaman dalam komunitas.
Menurut Dr. H. Mustofa Syah dari Universitas Negeri
Malang, "Rujak cingur mencerminkan prinsip gotong royong dan simbolisasi
kehidupan masyarakat agraris Jawa Timur."
Rasa kuat petis dan segarnya sayuran dalam rujak juga menggambarkan kekuatan dan keteguhan masyarakat pesisir.
Rawon: Jejak Kuliner Kerajaan Kuno
Rawon dipercaya berasal dari masa kerajaan Kanjuruhan di
Malang dan pernah menjadi makanan elit kerajaan. Ciri khasnya adalah kuah hitam
pekat dari kluwek yang mengandung nilai filosofis – warna hitam melambangkan
kekuatan dan perlindungan dari marabahaya.
Di beberapa wilayah, rawon masih menjadi menu utama dalam
peringatan tradisi "sedekah bumi".
Dalam buku “Jejak Rasa Kuliner Jawa Timur”, dijelaskan bahwa kluwek yang digunakan pada rawon berasal dari teknik fermentasi alami yang diwariskan turun-temurun sejak abad ke-9 Masehi.
Sego Berkat: Tradisi yang Masih Hidup
Sego berkat atau nasi berkat adalah makanan khas dalam acara
kenduri atau hajatan. Biasanya dibungkus dengan daun pisang dan berisi nasi,
ayam ingkung, telur pindang, dan urap.
Makna "berkat" sendiri merujuk pada harapan akan
keberkahan dari Tuhan. Setelah doa bersama, makanan ini dibagikan ke tamu
undangan sebagai simbol syukur.
Di Desa Kandangan, Kediri, masih ditemukan tradisi membagikan sego berkat setiap malam Jumat Legi sebagai bentuk penghormatan leluhur.
![]() |
Kuliner |
Pecel: Makanan Rakyat yang Kaya Filosofi
Pecel tidak sekadar sayur rebus dan sambal kacang. Dalam
budaya adat Jawa Timur, pecel kerap dihidangkan dalam acara lamaran dan
syukuran kelahiran anak. Aneka sayuran dalam pecel melambangkan harapan agar
kehidupan rumah tangga tetap seimbang dan sehat.
Ibu Sulastri, pelestari kuliner dari Blitar, menjelaskan: "Pecel adalah simbol keseimbangan antara dunia materi dan spiritual. Karena itu biasanya ditambah rempeyek sebagai lambang rejeki yang berkecukupan."
Cerita di Balik Lontong Kikil dan Soto Lamongan
Lontong kikil sering menjadi sajian adat dalam acara
khitanan di Surabaya, karena dipercaya memberi kekuatan dan mengurangi rasa
sakit. Sedangkan soto Lamongan biasa disajikan saat syukuran panen sebagai
bentuk penghormatan terhadap bumi.
Uniknya, di beberapa wilayah pesisir, soto Lamongan dibuat tanpa koya sebagai simbol kesederhanaan dan doa agar hasil panen tidak mubazir.
![]() |
Kuliner |
Menyisipkan Nilai Adat dalam Kuliner Masa Kini
Meski zaman telah berubah, semangat adat dalam kuliner Jawa
Timur tetap terjaga. Kini, banyak restoran tradisional yang tidak hanya
menyajikan makanan, tapi juga membawa narasi adat di baliknya. Misalnya,
festival kuliner di Banyuwangi dan Tulungagung sering menampilkan demo masak
sambil bercerita tentang sejarahnya.
"Makanan yang disajikan dengan cerita adat akan jauh lebih bermakna dan memperkaya jiwa wisatawan," ungkap Yudi Hartanto, pegiat pariwisata budaya.
Menghidupkan Kembali Kuliner Adat Melalui Literasi
Digital
Sebagai bagian dari pelestarian budaya, mengenalkan kuliner
adat Jawa Timur lewat media digital seperti blog, video dokumenter, dan
media sosial menjadi kunci. Artikel seperti ini dapat berperan besar dalam
mengedukasi generasi muda tentang makna makanan, bukan sekadar menikmatinya.
Jangan ragu untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang warisan
kuliner lainnya melalui situs Kulinerjawa.com,
tempat di mana tradisi dan rasa bersatu.