Jejak Rasa di Tanah Angin: 11 Kuliner Nganjuk yang Wajib Dicicipi
![]() |
| Kuliner Otentik |
1. Nasi Becek yang Legendaris
Nasi becek sering disebut sebagai “soto kambing ala
Nganjuk.” Dihidangkan dengan kuah santan kekuningan, potongan daging kambing,
dan irisan daun bawang, nasi ini terasa lengkap dengan kerupuk rambak di
atasnya.
Saya pertama kali mencoba Nasi Becek di daerah
Warujayeng. Di sana ada Warung Bu Tarni yang sudah buka sejak 1980-an. Saat
saya duduk, langsung disambut aroma rempah dan kuah panas yang menggoda.
Dagingnya empuk, kuahnya kaya rasa, dan pedasnya pas. Konon, kuah ini direbus
selama 4 jam agar bumbunya meresap sempurna.
2. Nasi Tumpang Pasar Wage
Nasi tumpang berbahan dasar tempe semangit yang dimasak
bersama cabai, daun salam, dan bumbu rempah. Disajikan hangat dengan nasi dan
tahu goreng, rasanya gurih-pedas dengan aroma khas yang sulit dilupakan.
Di Pasar Wage, saya bertemu Bu Marsini. Beliau sudah 20
tahun menjajakan Nasi Tumpang. Ia memasak mulai pukul 3 pagi setiap hari. Rasa
tumpangnya otentik dan pedasnya menggigit, cocok dimakan saat pagi hari dengan
teh panas.
3. Sego Banting yang Bikin Rindu
Sego Banting adalah makanan rakyat yang murah dan
mengenyangkan. Biasanya dijual malam hari, terdiri dari nasi, tahu, tempe,
sayur lodeh, dan sambal bawang.
Saya menemukannya di depan Stasiun Nganjuk, hanya dengan Rp 7.000 sepiring. Porsinya sederhana, tapi sambalnya luar biasa pedas dan nikmat. Banyak sopir truk dan tukang becak yang makan di situ—suasananya penuh tawa dan keakraban.
![]() |
| Kuliner Otentik |
4. Pecel Bledek: Pedasnya Nendang
Pecel khas Nganjuk terkenal akan sambal kacangnya yang
sangat pedas. Salah satu tempat favorit adalah Warung Pecel Bu Sarti di Rejoso.
Sambal pecelnya merah menyala, dan ketika dimakan, lidah
langsung 'kaget'. Tapi justru di situlah letak kenikmatannya. Sayurnya segar,
dan tambahan rempeyek menambah kriuk yang memanjakan.
5. Krengsengan Kikil
Krengsengan kikil ala Nganjuk berkuah kental dan berbumbu
pekat. Biasanya dimasak dengan kecap dan sambal ulek sehingga warna dan rasanya
menggoda.
Saya mencicipinya di Desa Nglaban, di warung kecil dekat
persawahan. Kikilnya kenyal dan kuahnya gurih-manis dengan sensasi pedas yang
menyelinap perlahan.
6. Lontong Tahu Campur
Berbeda dengan versi Lamongan, tahu campur Nganjuk cenderung
lebih ringan. Kuahnya tidak sepekat petis dan banyak menggunakan sayuran rebus.
Saya sempat makan tahu campur di Pasar Sukomoro.
Penjualnya bilang resep itu sudah diwariskan dari generasi ke generasi sejak
1975. Kuahnya ringan tapi tetap gurih, dan ada tambahan sambal kacang yang
bikin beda.
7. Jajan Apem Beras
Apem dari beras ini jadi favorit warga Nganjuk untuk acara
tradisi seperti slametan. Rasanya manis dan teksturnya kenyal.
Saya membelinya di Dusun Ngetos saat Lebaran. Apemnya
dibuat oleh ibu-ibu desa secara kolektif. Mereka memakai loyang tanah dan
memasaknya di atas tungku. Rasanya lembut, aromanya khas daun pisang.
8. Cenil dan Lupis Basah
Dua jajan pasar ini masih mudah ditemukan di pasar
tradisional seperti Pasar Wage dan Pasar Gondang. Disajikan dengan kelapa parut
dan gula merah cair.
Di pagi hari, aroma parutan kelapa yang dipanaskan
menyatu dengan manisnya gula cair. Membuat siapa pun bernostalgia ke masa
kecil.
9. Soto Ayam Kremes
Soto khas Nganjuk ini punya kuah bening kekuningan dan
disajikan dengan taburan kremesan gurih di atasnya.
Saya mencicipinya di Warung Bu Min di Patianrowo. Menurut sang penjual, kremes dibuat dadakan agar tetap renyah. Rasanya ringan tapi meninggalkan kesan di lidah.
![]() |
| Kuliner Otentik |
10. Rujak Petis Kacang
Perpaduan antara kacang, petis, dan gula merah menjadikan
rujak ini unik. Biasanya menggunakan buah seperti mentimun, bengkuang, dan
nanas.
Warung Rujak Bu Sri di dekat Taman Pandan Wilis ramai
saat siang hari. Rasa petisnya pekat tapi tidak amis. Porsinya besar, cocok
dimakan bareng teman.
11. Keripik Tempe Khas Tanjunganom
Tempe yang diiris tipis dan digoreng kering ini punya daya
tahan hingga 1 bulan. Banyak dijadikan oleh-oleh khas Nganjuk.
Saya membeli langsung dari pengrajin di Tanjunganom.
Mereka masih menggoreng menggunakan tungku kayu dan minyak kelapa. Rasanya
renyah dan gurih alami, tanpa MSG.


