Jejak Rasa Purwodadi: Menyelami 7 Kuliner Otentik yang Tak Lekang Waktu
1. Garang Asem Mbok Sukini – Legenda dalam Bungkus Daun
Garang Asem memang bisa ditemukan di berbagai daerah Jawa
Tengah, tapi hanya di Purwodadi-lah, rasa otentiknya seolah berbisik sejarah.
Saya berkunjung langsung ke warung Mbok Sukini di kawasan MT Haryono. Disambut
senyum hangat dan aroma sedap, sajian ini tampil sederhana: ayam kampung
berbumbu asam pedas, dibungkus daun pisang, lalu dikukus perlahan.
“Saya tetap pakai resep ibu saya, dari dulu nggak pernah
ganti,” ujar Mbok Sukini yang kini dibantu anak-anaknya melayani pelanggan.
Pengalaman mencicipinya bukan sekadar makan, tapi menyelami cerita turun-temurun yang membentuk khasanah kuliner Purwodadi.
![]() |
| Kuliner Otentik |
2. Nasi Jagung Gule Kepala Manyung – Paduan Sederhana
yang Megah
Di sisi Pasar Purwodadi, ada warung kecil yang hanya buka
pagi hingga siang. Menu andalannya: nasi jagung, sambal, dan gule kepala
manyung. Meski tampilannya sederhana, aromanya langsung menusuk hidung—rempah
dan kelapa sangrai berpadu sempurna.
Pemiliknya, Pak Darto, menjelaskan bahwa kepala ikan manyung
diasapi dulu semalam penuh sebelum diolah. Saya merasakan sendiri tekstur
kenyal ikan dengan kuah kental berbumbu kuat yang menggoda. Sensasi
gurih-pedasnya meninggalkan jejak rasa yang bertahan lama.
3. Tahu Tek Khas Grobogan – Beda dari Surabaya
Meskipun banyak mengenal tahu tek dari Jawa Timur, versi
Purwodadi menyimpan keunikan tersendiri. Bumbunya lebih ringan, namun tetap
medok. Disajikan dengan lontong, tauge, kerupuk gendar, dan irisan tahu goreng
hangat, lalu disiram saus kacang yang lembut.
Saat saya mencobanya di sebuah lapak kaki lima dekat
Alun-Alun Purwodadi, saya terkesan dengan cita rasanya yang lebih ramah di
lidah anak-anak. Versi ini cocok dinikmati malam hari, dengan suasana kota yang
mulai lengang.
4. Sate Kelinci Perbukitan Nglobar – Aroma Hutan, Rasa
Rumahan
Jika kamu menyukai wisata kuliner sekaligus petualangan,
naiklah ke arah perbukitan Nglobar. Di pinggir jalan kecil berkelok, saya
menemukan warung sate kelinci dengan tempat duduk lesehan dan pemandangan
sawah.
Sate kelinci di sini tidak menggunakan saus kacang atau
kecap manis, melainkan rempah-rempah basah yang dibakar bersamaan. Rasa
dagingnya lembut, tak berbau, dengan cita rasa yang menenangkan. Saat saya
ngobrol dengan Bu Rinah, pemiliknya, ia berkata, “Ini resep suami saya waktu
masih hidup, dulu jualan keliling pakai pikulan.”
5. Wedang Sinom & Roti Ganjel Rel – Perpaduan Lawas
yang Melekat
Kuliner Purwodadi tak melulu soal makanan berat. Di sebuah
kios tua dekat Stasiun Purwodadi, saya menemukan minuman herbal sinom (daun
asam muda) yang disajikan hangat, manis, dan sedikit asam. Ditemani roti ganjel
rel—roti berbumbu kayu manis dan cengkeh khas Semarang—pengalaman ini serasa
perjalanan ke masa lalu.
Rasanya seperti nostalgia, bukan hanya rasa tapi juga
atmosfernya: kursi kayu, pelayan yang ramah, dan dentang kereta lewat.
6. Mie Ayam Jamur Gaya Lawas – Tanpa Micin, Tapi Nagih
Di dekat SMAN 1 Purwodadi, ada kedai mie ayam yang tidak
pernah sepi sejak tahun 1995. Saya duduk di meja kayu panjang dan disajikan mie
ayam dengan potongan jamur hitam dan ayam kampung berbumbu kecap asin khas.
Yang membuatnya unik adalah penggunaan minyak ayam dan kaldu
tulang yang diracik manual setiap pagi. “Nggak pakai penyedap, Mas,” ujar si
ibu pemilik. Tapi rasanya tetap gurih, bahkan membuat ketagihan. Cocok untuk
kamu yang cari kuliner
sehat nan lezat.
7. Es Dawet Ireng & Serabi Kinca – Penutup Manis
Perjalanan Rasa
Setelah berkeliling seharian mencicipi berbagai makanan,
saya berhenti di pinggir jalan dekat pasar untuk menikmati Es Dawet Ireng.
Dibuat dari arang alami, dawet ini disajikan dengan gula merah cair dan santan
segar. Rasanya dingin, manis, menyegarkan.
Tak jauh dari situ, saya temukan serabi kinca (kuah gula merah) yang legit dan lumer. Disajikan hangat, serabi ini dibuat di atas tungku tanah liat. Sungguh penutup sempurna dari eksplorasi rasa yang panjang.
![]() |
| Kuliner Otentik |
💡 Mengapa Artikel Ini
Berbeda dari yang Lain?
- Pengalaman
Langsung: Semua tempat dicicipi langsung oleh penulis, dengan
interaksi ke pelaku usaha atau pemilik warung.
- Cerita
& Konteks: Tak hanya menyebut nama dan menu, tapi juga cerita di
balik makanan—sejarah, lokasi, dan suasana.
- Interlinking
Relevan: Frasa kuliner mengarah ke situs Kulinerjawa.com,
mendukung SEO dan pengalaman pembaca yang ingin tahu lebih banyak.
- Bukan
Sekadar Daftar: Artikel ini mengalir seperti perjalanan kuliner, bukan
daftar kaku.


