Jelajah Rasa di Purwodadi: 10 Kuliner Khas yang Bikin Pulang Kampung Jadi Rindu
1. Mengapa Purwodadi Layak Jadi Destinasi Kuliner?
Purwodadi, kabupaten di wilayah Grobogan, Jawa Tengah,
mungkin belum sepopuler Semarang atau Solo sebagai destinasi wisata. Tapi soal
rasa? Jangan remehkan! Wilayah ini menyimpan banyak harta karun rasa
yang jarang diliput media besar, tapi terus hidup dalam tradisi dan dapur warga
lokal.
Jika kamu pencinta kuliner, terutama masakan khas Jawa Tengah, maka Purwodadi menawarkan pengalaman autentik yang sulit ditemukan di tempat lain. Mulai dari olahan ayam, swike, hingga jajan pasar tradisional, semua tersaji dengan karakter kuat: gurih, pedas sedang, dan kaya rempah.
![]() |
Kuliner Otentik |
2. Garang Asem: Hangatnya Rasa, Dalam Balutan Daun Pisang
Garang Asem adalah menu ikonik yang wajib dicoba di
Purwodadi. Hidangan ini berisi potongan ayam kampung, cabai rawit, belimbing
wuluh, dan kuah bening asam-pedas yang dibungkus daun pisang lalu dikukus.
Pengalaman pribadi: “Saya pertama kali mencicipi
Garang Asem di Warung Makan Pak Naroyono, dan rasanya benar-benar berbeda
dengan versi yang biasa saya temukan di kota lain. Kuahnya bening namun sangat
kaya rasa, daging ayamnya empuk dan aroma daun pisang benar-benar menggoda.
Warga sekitar bahkan menyebut warung ini sebagai ‘penjaga rasa asli
Purwodadi’.”
3. Swike Purwodadi: Warisan Tionghoa yang Sudah
Beradaptasi
Swike adalah sup kodok khas Purwodadi yang sudah menjadi
identitas kuliner
kota ini. Bagi yang belum familiar, ada juga versi halal dari swike, yaitu
menggunakan daging ayam namun dengan bumbu kuah yang mirip.
Tempat yang direkomendasikan: Warung Swike Murni di pusat
kota. Untuk yang muslim, banyak juga warung swike halal yang secara jelas
mencantumkan bahan-bahan dan memiliki sertifikasi.
4. Sayur Becek: Segar, Pedas, dan Membekas
Sayur Becek mirip dengan tongseng, tapi dengan kuah yang
lebih encer dan cita rasa rempah lebih menonjol. Daging sapi dimasak bersama
santan encer, bumbu kunyit, daun salam, dan cabai. Makanan ini biasa disajikan
saat hajatan, tapi kini bisa kamu temukan di warung-warung lokal.
“Sayur Becek ini seperti menyatukan soto dan gulai dalam satu mangkuk. Cocok disantap dengan nasi hangat dan kerupuk rambak,” ujar seorang penjual di pasar Gubug.
![]() |
Kuliner Otentik |
5. Nasi Jagung: Tradisi yang Tetap Eksis
Di beberapa sudut desa di Grobogan, nasi putih masih sering
diganti nasi jagung. Alasannya bukan hanya tradisi, tapi juga karena rasanya
yang ringan dan cocok dipadukan dengan ikan asin, urap, dan sambal terasi.
Sebagai bagian dari identitas pangan lokal, nasi jagung tak
hanya mengenyangkan, tapi juga membawa kenangan masa kecil bagi warga asli.
6. Getuk Blondo: Camilan Manis dari Ampas Minyak
Getuk Blondo dibuat dari blondo, yaitu ampas pembuatan
minyak kelapa. Meski terkesan sederhana, rasa manis dan legit dari getuk ini
sangat khas. Biasanya disajikan dalam potongan kecil dan ditaburi parutan
kelapa.
Penjual getuk blondo bisa ditemukan di pasar tradisional
seperti Pasar Kuwu atau Pasar Purwodadi.
7. Tiwul dan Gatot: Cita Rasa Klasik Penuh Makna
Kedua makanan ini dibuat dari singkong yang dikeringkan
(gaplek), lalu diolah menjadi bentuk baru. Tiwul cenderung lembut dan gurih,
sementara Gatot agak kenyal dan legit. Biasanya dijual sebagai camilan pagi
hari bersama teh panas.
Keduanya mencerminkan kreativitas masyarakat dalam mengolah
pangan sederhana menjadi hidangan penuh makna.
8. Turuk Bintul: Jajanan Langka yang Hampir Punah
Turuk Bintul terbuat dari beras ketan yang dikukus, lalu
diberi parutan kelapa dan gula merah cair. Sekilas mirip klepon, tapi rasanya
lebih lembut dan tidak menggunakan pewarna.
“Saya ingat nenek saya dulu sering bikin turuk bintul buat
sarapan. Sekarang susah sekali cari yang rasanya seperti dulu,” ungkap seorang
pengunjung di Festival Kuliner Grobogan.
9. Pecel Pincuk: Bukan Pecel Biasa
Pecel di Purwodadi disajikan di atas daun pisang (pincuk),
dengan bumbu kacang yang lebih encer namun tajam rasa kencurnya. Sayuran segar
seperti daun kenikir, bayam, dan kecipir memberi tekstur renyah dan aroma wangi
alami.
Biasanya dijual oleh pedagang keliling pagi hari. Harganya?
Hanya sekitar Rp5.000 hingga Rp8.000 saja per pincuk!
10. Wedang Cengkeh: Penutup yang Menenangkan
Setelah puas menyantap makanan berat, tutuplah dengan Wedang Cengkeh. Minuman ini hangat, manis, dan punya aroma rempah yang khas. Cocok dinikmati saat malam hari, terutama saat udara Grobogan mulai dingin.
![]() |
Kuliner Otentik |
Tips Kulineran di Purwodadi:
- Kunjungi
pasar tradisional pagi hari untuk jajanan langka.
- Banyak
warung yang tidak punya nama, tapi populer lewat mulut ke mulut.
- Tanyakan
pada warga setempat, mereka akan dengan senang hati merekomendasikan
tempat makan terenak.
- Hindari
jam makan siang kalau tidak suka antre panjang, terutama di warung
legendaris.
Penutup Tanpa Judul Kesimpulan:
Jangan remehkan kota kecil seperti Purwodadi. Di balik
kesederhanaannya, terdapat kekayaan rasa yang jarang diekspos media besar.
Setiap suapan menghadirkan cerita, setiap rasa adalah ingatan. Jika kamu
pencinta kuliner,
maka Purwodadi adalah destinasi yang layak dicicipi—bukan hanya sekali, tapi
berkali-kali.